Minggu, 29 Oktober 2017

Namaku Bogie (ep. 2 Lampu Ajaib)

"oh tunggu...." aku terkejut mungkinkah benda ini yang membuat tanaman padiku bergerak-gerak "jangan-jangan memang ia". "inikan.... inikan...." baca cerita sebelumnya Namaku Bogie (ep. 1 Aku tinggal di desa)

"inikan lampu sentir, kenapa ada di sini?" aku bertanya tanya. " tapi apakah lampu sentir ini yang menggerak-gerakkan tanaman padiku".
Akhirnya aku mengambil lampu sentir tersebut, kulihati lampu ini sangat unik sekali kesan lampu antik ada padanya, ada sebuah tulisan berkalimatkan

lampu ajaib
Man Jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil, - Man shobaro zafiro, siapa yang bersabar akan beruntung dan - Man saaro 'alaa darbi washola, siapa yang berjalan di jalurnya akan sampai
Tulisan tersebut mengelilingi lingkar atas dari tabung minyak tanah lampu tersebut. "Rasanya aku pernah mendengar kalimat ini" gumamku. "tapi dimana ya". Sejenak aku mencoba mengingatnya. Oh iya aku pernah mendengar kalimat ini dari bapak, waktu itu aku sulit sekali mencerna pelajaran dan bapak memberiku nasihat tersebut yang katanya dulu juga bapak mendapat nasehat tersebut dari kakek. Banyak sekali hikmah yang bisa diambil dari kata-kata tersebut.

Saya ingat waktu itu setelah aku menceritakan kesukaranku dalam mencerna pelajaran, dirumah kami bapak menaruh batu besar didepan rumah. Batu itu terlihat begitu kokoh besar dan padat. Kami bertanya "Buat apa pak, bapak menaruh batu besar itu di depan rumah?". "Iya nak, bapak ingin memberi kalian ajaran yang bapak terima dari kakek dulu" jawab bapak. "Apa itu pak ?" kami bertanya. "Tahun depan akan bapak sampaikan kepada kalian" jawab bapak.

Mungkin dalam hati kami, saya dan kedua adik saya, bertanya-tanya kenapa harus tahun depan. Belum sempat kami mempertanyakannya bapakpun berkata "kadang kita butuh waktu untuk melihat sebuah jawaban, itulah yang dinamakan proses". walaupun kami belum mengerti betul tapi kami mencoba untuk pura-pura paham dan menganggukkan kepala.

Detik berganti detik, menit pun silih berganti, hari-hari pun terus berganti, bulan-bulan juga terus berganti kami melihat perubahan terjadi pada batu tersebut. Batu tersebut sedikit berlubang dan makin lama makin dalam dan besar. Tibalah waktunya bapak memberikan penjelasan tentang hal tersebut. Waktu itu hari minggu sekitar jam 10 pagi kami dikumpulkan di bale bale rumah kami, duduk bersila ditemani dengan makanan singkong yang baru saja di godok oleh Ibu, disertai dengan angin sepoi-sepoi, gemericiknya air sungai, siulan burung-burung dan nyanyian dari pohon bambu, ahh... alangkah indahnya waktu itu.

"Hari ini tibalah bapak ceritakan makna dari batu yang bapak taruh di depan rumah kita ini" bapak membuka pembicaraan sambil melihat ke arah batu besar di depan rumah kami. Ibu, saya dan kedua adik saya memperhatikan dengan seksama. "Lihatlah batu yang besar padat keras tersebut, dengan tetesan air yang selalu menetesinya mengarah ke satu titik lama kelamaan batu itu akan berlubang juga. Begitu pula pelajaran yang kalian rasa sulit jika kalian ulang-ulangi terus bersabar dan fokus maka pelajaran itu akan kalian kuasai juga. Itulah makna dari batu keras padat yang sudah berlubang tersebut".

Akhirnya kami mendapatkan penjelasan yang juga membuka cakrawala berfikir kami. Terimakasih bapak, terimakasih atas ajaranmu. kemudian diakhir penjelasan ini bapak berkata sebuah kata yang kini aku lihat juga di lampu sentir yang aku pegang sekarang ini
"Man Jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil, - Man shobaro zafiro, siapa yang bersabar akan beruntung dan - Man saaro 'alaa darbi washola, siapa yang berjalan di jalurnya akan sampai." kata bapak ajaran ini juga didapatnya dari kakek. Kata bapak dulu kakek pernah mondok di daerah jawa timur sana yang memberikan banyak sekali nilai kehidupan. Mungkin saja kakek mendapat kalimat itu dari pondok tersebut.

"Tapi apakah lampu sentir ini milik kakek?, dan apakah lampu sentir ini yang membuat tanaman padiku bergerak-gerak? Tapi bagaimana bisa?

saksikan si bogie episode 3

lihat juga cerita sebelumnya Namaku Bogie (ep. 1 Aku tinggal di desa)

lihat 100 cerita anak

Minggu, 18 Juni 2017

Namaku Bogie (ep. 1 aku hidup di desa)

Namaku bogie, aku hidup didusun yang masih sangat asri sekali. inilah dusun yang terkenal dengan kekayaan alamnya yang melimpah. Aku sehari-hari membantu ayahku sebagai seorang petani. Kami menanam padi di musim tanam kali ini.

Suatu hari aku pergi kesawah sendirian karena ingin melihat tanaman padi yang sekarang sudah menguning merunduk menandakan sudah layaknya akan di panen. ya memang benar pepatah mengatakan jadilah seperti padi makin berisi makin merunduk. Orang yang mempunyai isi di otaknya mempunyai budi pekerti yang baik maka dia akan merunduk tidak menyombongkan diri, dia sadar bahwasannya diatas kemampuannya itu adalah semua pemberian dari yang maha kuasa.

Tibalah aku disawah dengan secara sengaja aku melihat keujung pojok bidang sawah, aku melihat tanaman padi disana bergerak-gerak seperti ada makhluk yang menggoyang tanaman padi tersebut. "Ah mungkin itu tikus."gumamku. aku kembali melihat-lihat tanaman padi yang lain, tetapi kembali goyangan tanaman padi yang berada di pojok sawah tersebut makin menjadi-jadi.

Akhirnya aku putuskan untuk menuju ke pojok sawah tersebut. aku ambil ranting kecil dan aku berlari ke arah pojok sawah. Setibanya disana goyangan tersebut berhenti. hatiku makin ragu kalau itu adalah seekor tikus. dengan hati yang sedikit takut aku memberanikan diri untuk membuka rimbunan tanaman padi yang mulai rimbun menguning tersebut. aku lihat di bawah tangkai padi tersebut tidak ada seekor tikus ataupun binatang lainnya. Aku makin penasaran. kuamati lagi sekitar pohon padi tersebut juga tidak ada hewan apapun. "oh tunggu...." aku terkejut mungkinkah benda ini yang membuat tanaman padiku bergerak-gerak "jangan-jangan memang ia". "inikan.... inikan...."
bersambung di Namaku bogie episode 2

Lihat 100 cerita anak

Senin, 20 Maret 2017

CERITA DONGENG PUTRI HASE HIME

Pada zaman dahulu kala di suatu tempat bernama Nara, ibukota Jepang kuno, hiduplah seorang menteri yang bernama pangeran Toyonari Fujiwara bersama Istrinya yang mempunyai akhlah yang mulia, baik, dan cantik bernama Putri Murasaki. Mereka telah dijodohkan oleh keluarga sesuai tradisi Jepang dan telah menikah serta hidup bahagia.

Belakangan sebuah persoalan membuat mereka merasa sangat sedih, karena sudah sejak lama mereka belum dikaruniai seorang anak. Mereka berdua ingin melihat sendiri anak mereka tumbuh saat memasuki usia tua nanti, dan meneruskan nama keluarga, serta mengikuti ritual nenek moyang ketika mereka mati.
hase hime

Setelah memikirkan hal tersebut dan berkonsultasi akhirnya mereka bertekad untuk melakukan ziarah ke kuil Hase-no-Kwannon (Dewi Welas Asih di Hase), mereka percaya bahwa Dewi Welas Asih di Hase akan mewujudkan setiap doa - doa manusia terutama apa yang paling dibutuhkan hambanya tersebut. Mereka berharap dalam doanya yang sudah sekian tahun tersebut dapat terwujud yaitu mempunyai anak yang baik hati dan yang mereka cintai, karena memang hal tersebutlah yang menjadi kebutuhan terbesar mereka berdua. Suami istri tersebut melakukan peribadatan dengan sangat bersungguh-sungguh. Tak lama kemudian doa mereka dikabulkan, istrinya mengandung.

Akhirnya tibalah waktunya seorang anak perempuan lahir dari putri Murasaki, tentu saja mereka sangat merasaa gembira dan bahagia. Mereka menamai anak tersebut dengan nama Hase-Hime, atau putri Hase, karena ia adalah karunia dewi Kwannon di tempat itu. Anak tersebut tumbuh dalam kasih sayang orang tuanya, diasuk dalam kehangatan dan kecintaan.

Roda kehidupan bergulir dari atas ke bawah. Kemalangan pun menimpa, ketika gadis kecil berumur lima tahun tersebut mendapati ibunya sakit parah, Para ahli medis dan dokter serta obat-obatan tidak dapat menyelamatkannya. Sedikit sebelum menghembuskan napas terakhir ia memanggil putrinya, dengan lembut membelai kepalanya seraya berkata: "Nak, apakah Nanda tahu bahwa ibumu tidak bisa hidup lebih lama lagi? Jika nanti ibu meninggal, ibu ingin ananda tumbuh menjadi gadis yang baik. Lakukan yang terbaik agar tidak menimbulkan masalah dengan perawat atau keluarga yang lain. Mungkin setelah kepergian ibu, ayahmu akan menikah lagi dengan wanita lain dan kamu akan memiliki ibu baru. Maka jangan bersedih, anggaplah istri kedua ayahmu sebagai ibu sejati, patuh serta berbakti kepada mereka. Ingat ketika ananda sudah dewasa harus hormat kepada orang-orang yang lebih tua, dan untuk bersikap baik kepada semua orang yang berada di bawah nanda. Jangan lupakan ini. Ibu pergi dengan harapan nanda akan tumbuh sebagai wanita teladan.

Hase-Hime mendengarkan dengan sangat khidmat apa yang menjadi petuah ibunya tersebut, dan berjanji untuk melakukan semuanya. Hase-Hime tumbuh sebagaimana ibunya berharap akan menjadi putri kecil yang baik dan patuh, meskipun dia sekarang terlalu muda untuk memahami bagaimana sulitnya kehilangan seorang ibu. Tidak lama setelah kematian istri pertamanya, Pangeran Toyonari menikah lagi dengan seorang wanita bangsawan bernama Putri Terute.

Istri pangeran toyonari yang baru ini yaitu putri terute memiliki perbedaan yang besar dengan karakter ibu kandung hase hime Putri Murasaki atau istri pertama pangeran toyonari  yang baik dan bijaksana, wanita ini kejam dan buruk hati. Dia sama sekali tidak menyayangi anak tirinya tersebut, dan sangat egois. Tapi Hase-Hime tetap sabar dan masih berbhakti kepada ibu tirinya tersebut, karena dia telah dilatih oleh ibunya yang baik, sehingga putri Terute tidak punya keluhan terhadap dirinya. Putri kecil Hase Hime ini sangat rajin, Ia music dan seni adalah pelajaran favoritnya. ketika sudah mempelajari seni dan musik Dia akan berlatih berjam-jam setiap hari, hal tersebut juga didukung oleh guru yang pandai untuk mengajarinya koto (kecapi Jepang), seni melukis surat dan puisi. Ketika ia berumur dua belas tahun dia bisa bermain begitu indah, hingga pada suatu hari ia dan ibu tirinya dipanggil ke istana untuk bermain dihadapan Kaisar.

Saat festival bunga sakura, ada pesta besar di istana. Kaisar pun merasa terhanyut dan menikmati keindahan musim semi, dan memerintahkan Putri Hase untuk memainkan Koto, ditemani ibu tirinya Putri Terute bermain suling. Kaisar berada di atas mimbar yang tinggi, dengan ditutupi nyaman pagar dari bambu sehingga kaisar bisa melihat semua orang dan suasana tetapi tidak bisa dilihat, karena tidak ada siapapun yang boleh memandang wajah sucinya. Meskipun masih muda Hase-Hime adalah musisi yang terampil, gurunya pun sering terpesona atas kemahiran dan bakatnya bermain musik. Pada perayaan ini ia bermain dengan sangat baik. Berbeda dengan ibu tirinya yang bermain sangat jelek karena ia malas untuk melatih permainannya tersebut. Tak ayal sang kaisar pun banyak memberikan hadiah kepada Hase Hime dan Ibu tirinya pun iri hati.

Sekarang ada alasan lain mengapa Putri Terute membenci keberhasilan putrinya, karena ia telah memiliki seorang anak yang lahir dari rahimnya, dan dalam hati dia terus berkata “Kalau saja Hase-Hime tidak ada di sini, anakku akan memiliki semua cinta ayahnya.” 

Dan tak pernah belajar untuk mengendalikan diri, ia membiarkan pikiran jahat ini tumbuh menjadi keinginan yang mengerikan untuk menyingkirkan kehidupan putrinya.

Tercetuslah pikiran jahat dari Ibu tiri hase hime. Ia memesan sebuah racun yang mematikan. Ia masukkan anggur beracun tersebut kedalam sebuah botol Anggur dan memasukkan anggur yang tidak beracun kedalam botol yang lain. saat itu adalah festival kelima di bulan Mei Hase-Hime dan adik laki-lakinya sedang bermain musik bersama. Dia juga bercerita cerita indah tentang masing-masing dari mereka. Mereka berdua bersenang-senang dan tertawa riang bersama pelayan ketika ibunya masuk dengan dua botol anggur dan beberapa kue lezat. 

”Kalian pasti lelah ini ibu bawakan minuman dan kue untuk kalian". Kemudia Ia menuangkan minuman tersebut kedalam 2 gelas dari 2 botol yang berbeda.

Hase-Hime, sama sekali tidak membayangkan kelakuan kejam dari ibu tirinya tersebut yang sedang berakting. Wanita jahat tersebut dengan hati-hati menandai botol beracun, masuk kedalam ruangan dengan sangat gugup, dan terburu-buru menuangkan anggur secara tidak sadar menuangkan ke cangkir untuk meracuni anaknya sendiri.  Ia sangat heran karena tidak ada efek yang terjadi kepada Hase Hime. Lalu tiba-tiba anak lelakinya menjerit dan terjerembab di lantai, terbungkuk kesakitan. Ibunya merasa kebingungan lalu membalikkan posisi botol supaya tidak ketahuan dan langsung memangku anak laki-lakinya tersebut dan memanggil tabib untuk mengobatinya tetapi apalah daya, anak tersebut meninggal dunia dan tabib pun tidak tahu apa penyebabnya. Mereka mengira bahwa anggur tersebut tidak cocok buat anak laki-laki.

Dari situlah kematian anaknya membuat ibu tiri tersebut mulai membenci Hase-Hime lebih dari sebelumnya. Hari berganti hari tak terasa Hase-Hime sekarang sudah berusia tiga belas tahun, dia banyak mendapatkan penghargaan tanda jasa dan menjadi penyair yang terkenal. Suatu hari terjadilah banjir besar di Nara, sungai-sungai sudah tidak mampu lagi menampung debit air yang begitu besar. Tentu saja hal ini membuat sang kaisar tidak bisa tidur dan  terserang berbagai macam penyakit syaraf. Sang kaisar memberi maklumat kepada seluruh biksu di seluruh kuil di Nara untuk memanjatkan do'a guna menolak balak yang ada saat ini yaitu banjir. Kemudian sang raja ingat bahwa Hase-Hime adalah seorang gadis yang piawai dan bersyair.

Jaman dahulu, seorang gadis cantik yang piawai dalam bersyair dan puisi bisa menggerakkan Surga dengan berdoa dalam puisi kemudian telah membawa turun hujan di tanah kekeringan dan kelaparan, demikian dikatakan penulis biografi kuno dari penyair wanita Ono-no-Komachi. Jika Putri Hase menulis puisi dan membawakannya dalam doa, mungkin hal itu dapat menghentikan suara sungai yang menderu dan menghilangkan penyebab penyakit Kaisar.

Apa kata pejabat akhirnya sampai ke telinga Kaisar, dan mengirimkan perintah kepada menteri Pangeran Toyonari.

Ketakutan Hase-Hime sangat besar dan kaget ketika ayahnya menemuinya dan menceritakan apa yang dibutuhkan dari dia. Tugas berat yang diletakkan di bahu mudanya-menyelamatkan kehidupan Kaisar oleh ayat puisinya.

Pada hari terakhir puisinya telah selesai. Puisi ditulis di atas kertas tebal berwarna dan ditulis dengan tinta emas. Bersama ayah, pembantu dan beberapa pejabat istana, dia berjalan ke tepi sungai dan mempersembahkan hatinya untuk Surga, ia membaca puisi yang telah disusun, mempersembahkan di kedua tangannya. Keanehan terjadi, tampak semua hening. Air berhenti mederu, dan sungai menjadi tenang langsung menjawab doanya. Kaisar segera pulih kesehatannya. Yang Mulia sangat senang, memberi dia Istana dan dianugrahi pangkat wanita Chinjo-yaitu Letnan Jenderal.

Sejak saat itu ia dipanggil Chinjo-Hime, atau Letnan Jenderal Putri, dihormati dan dicintai oleh semua. Hanya ada satu orang yang tidak senang sukses Hase-Hime yaitu ibu tirinya. Terus menerus menyesal atas kematian anaknya sendiri yang telah tewas ketika mencoba meracuni putri tirinya, ia sangat tersiksa melihat putri tirinya memperoleh kekuasaan dan kehormatan, dengan kebaikan Kaisar dan kekaguman dari seluruh istana. Iri dan cemburu membakar di dalam hatinya seperti api. Banyak dusta disampaikan ke suaminya tentang Hase-Hime, tapi semua tidak mempan. Suaminya mendengarkan ceritanya, mengatakan dengan jelas bahwa dia sangat keliru.

Selasa, 30 Juni 2015

DONGENG ASAL USUL DANAU TOBA | DONGENG ANAK DUNIA

Dongeng Asal Usul Danau Toba - Toba...! Toba...! Toba....!!! Ayo kita ke ladang. Hari telah siang! Tak lama Toba keluar dari rumah panggungnya membawa jala, cangkul dan peralatan lain. Toba menghampiri Parlin sahabatnya. Ayo, kita pergi kawan! Toba berkata dengan semangat.

Toba dan Parlin tinggal di pedalaman bagian utara pulau Sumatra. Mereka hidup dari bertani dan menjala ikan di sungai.

Hari itu Toba memutuskan menjala ikan. Dengan semangat, Toba menebar jaring ke dalam sungai. Setelah menunggu beberapa lama, Toba menarik jala. Oh... seekor ikan besar, berwarna emas sangat indah, terperangkap di sana. Toba sangat girang. Dengan hati-hati Toba meraih ikan itu seraya memasukkannya ke dalam wadah.

asal usul danau toba



Alangkah indahnya kau ikan. Aku akan memeliharamu, Toba berkata-kata sendiri. Setelah berkemas akhirnya Toba pun pulang. Sampai di rumah ikan tadi dipindah pada wadah yang lebih besar lalu ditaruhnya di tempat aman.

Esok paginya Toba bekerja seperti biasa. Pemuda yatim-piatu itu sangat rajin. Hasil panen padinya kali ini sangat baik, buah dar ketekunannya. Seusai memanen padi, Toba merasa lelah dan lapar. Ia pun beranjak pulang untuk bersantap siang.

Ketika sudah di dalam rumah Toba, sangat heran. Lauk-pauk telah terhidang di atas meja bambu. Aroma masakannya sungguh harum. Belum sirna rasa herannya, Toba melihat seorang wanita bersimpuh dekat perapian. Wanita itu sangat cantik. Rambutnya hitam legam panjang terurai. Wajahnya bak bulan purnama. Dengan rasa takjub Toba menghampiri.

Hei, wanita. Siapakah engkau? Darimana engkau datang? Toba bertanya.

Wanita itu menunduk. Air matanya menitik jatuh.

Kanda, akulah ikan yang engkau tangkap!

Hah...! Bagaimana mungkin? Toba semakin heran. Kanda telah lama aku memohon kepada Sang Pemilik Hidup, agar aku berubah menjadi manusia dan pria yang menemukanku hendaklah menikah denganku, kata si wanita menjelaskan sambil terisak. Mendengar penuturan wanita itu, Toba sangat terharu.

Oh...! Baiklah Dinda. Aku bersedia menikah denganmu, jawab Toba.

Tapi kanda, ada satu syarat yang tidak boleh dilanggar!

Apakah syarat itu dinda? Toba bertanya lagi.

Kanda harus bersumpah. Kelak jika kita mempunyai anak, kanda tidak boleh mengatakan bahwa dia anak ikan!

Baiklah dinda aku setuju.

Dua tahun setelah menikah, seorang anak laki-laki lahir. Mereka memberinya nama Samosir. Namun ada yang aneh pada diri Samosir. Hingga berusia tujuh tahun, dia senantiasa merasa lapar. Baru saja makan, dia sudah merasa sangat lapar kembali dan minta makan lagi. Lapar dan lapar, begitulah Samosir. Jatah santap siang untuk ayahnya yang dititipkan ibunya, acapkali dimakannya di tengah-tengah perjalanan dan Toba ayahnya hanya makan sisa-sisanya.

Karena jarang santap siang, tubuh Toba menjadi kurus dan lemah. Samosir juga sangat nakal. Dia suka memukul teman sepermainannya hingga menangis jika kehendaknya tidak dituruti. Nasehat ayah dan ibunya tidak pernah dihiraukan. Namun, Toba tetap sabar terhadap kelakuan Samosir yang tidak terpuji.

Mudah-mudahan anakku berubah menjadi anak yang baik, harap Toba dalam doa-doanya.

Saat itu cuaca sangat terik. Toba sangat lelah. Peluh bercucuran pada wajahnya yang tirus. Panen jagung saat itu berhasil baik. Sambil menunggu Samosir mengantar santap siang, Toba duduk di bawah pohon jambu yang rindang.

Tak lama kemudian Samosir pun tiba.

Kemarilah nak! Duduk dekat ayah!

Toba berkata pada anaknya.

Ini makan siangmu ayah! Samosir memberikan bungkusan titipan ibunya. Toba pun membuka bungkusan.

Samosir, mengapa isi bungkusan ini hanya tinggal tulang-tulang ikan? tanya Toba kepada anaknya. Wajahnya tampak gusar.

Ayah. Tadi aku merasa sangat lapar dan haus, hingga aku memakannnya, jawab Samosir.

Bah...! Bukankah tadi engkau telah makan? Toba mulai marah.

Tetapi ayah, tadi aku sungguh lapar. Makanan yang disediakan tak cukup bagiku karena ayah pelit. Ayah sungguh pelit! Samosir berteriak pada ayahnya.

Melihat tingkah anaknya yang semakin tidak sopan, Toba pun murka.

Anak tidak tahu terimakasih! Dasar kamu ini anak ikan!!!

Mendengar amarah ayahnya, Samosir sungguh terkejut. Hatinya sungguh sedih. Berlinang air mata Samosir bertanya pada ibunya.

"Ibu..ibu...ibu...! Mengapa ayah mengatakan aku anak ikan! Benarkah itu ibu?

Ibu Samosir sungguh terkejut. Tubuhnya lunglai. Menggigil gemetar, menahan duka yang amat sangat.

Anakku Samosir, pergilah ke atas bukit di sana, nak. Namun, ingatlah senantiasa aku ini adalah ibumu, kata ibu Samosir mengingatkan anaknya. Ooo...Sang Pemilik Hidup, suami hamba telah melanggar sumpahnya. Sekarang aku pun akan kembali ke alamku!

Tiba-tiba langit mendung, lalu hujan turun sangat deras, petir menyambar-nyambar, guruh menggelegar. Si wanita lenyap, kembali ke alamnya. Dari bekas telapak kakinya memancar mata air besar, menggenangi daratan luas hingga menjadi danau luas dan indah. Danau Toba.


DONGENG Si KANCIL DAN KURA-KURA | DONGENG ANAK DUNIA

kancil dan kura-kura

Dongeng Si Kancil dan Kura-Kura - Si Kancil dan kura-kura sudah lama bersahabat. Pada suatu hari mereka pergi menangkap ikan di suatu danau. Berjumpalah si kancil dan kura-kura dengan seekor kijang. Kijang ingin ikut serta. Lalu si kancil, kura-kura dan kijang pergi bertiga.

Sampailah mereka di sebuah bukit, si kancil, kura-kura dan kijang bertemu dengan seekor rusa. Rusa juga ingin ikut. Segeralah rusa bergabung dalam rombongan. 

Dalam perjalanan, di sebuah lembah berjumpalah mereka dengan seekor babi hutan. Babi hutan menayakan apakah ia boleh ikut. 

"Tentu saja, itu gagasan yang baik, daripada hanya berempat lebih baik berlima," jawab kura-kura. 

Setiba di bukit yang berikutnya, berjumpalah si kancil dan kura-kura beserta kijang, rusa dan babi dengan seekor beruang. Lalu mereka berenam melanjutkan perjalanannya. Kemudian mereka bertemu dengan seekor badak. 

"Bagaimana kalau aku ikut," tanya badak. 
"Mengapa tidak?", jawab mereka semua. 

Bahkan bergabung pula seekor banteng. Dan berikutnya rombongan si kancil dan kura-kura bertemu dengan seekor kerbau yang akhirnya ikut serta. Begitu pula ketika mereka bertemu dengan seekor gajah. 

Demikianlah, mereka bersepuluh berjalan berbaris beriringan mengikuti si kancil dan akhirnya mereka sampai ke danau yang dituju. Bukan main banyaknya ikan yang berhasil ditangkap. 

Ikan kemudian disalai dengan mengasapinya dengan nyala api sampai kering. Keesokan harinya, beruang bertugas menjaga ikan-ikan ketika yang lainnya sedang pergi menangkap ikan. Tiba-tiba seekor harimau datang mendekat. Tak lama kemudian beruang dan harimau terlibat dalam perkelahian seru. 

Beruang jatuh pingsan dan ikan-ikan habis disantap oleh harimau. Berturut turut mereka kemudian mendapat giliran menjaga ikan-ikan, yaitu gajah, banteng, badak, kerbau, babi hutan, rusa dan kijang, semuanya menyerah. 

Sekarang tinggal si kancil dan kura-kura yang belum mendapat giliran menjaga ikan-ikan. Kura-kura dianggap tidak mungkin berdaya menghadapi harimau, maka diputuskanlah si kancil yang akan menjaga ikan-ikan tersebut. 

Sebelum teman-temannya pergi menangkap ikan, si kancil meminta teman-temannya untuk mengumpulkan rotan sebanyak-banyaknya. Lalu masing-masing dipotong kira-kira satu hasta. Tak lama kemudian tampak si kancil sedang sibuk membuat gelang kaki, gelang badan, gelang lutut dan gelang leher. 

Sebentar-sebentar kancil memandang ke langit seolah-olah ada yang sedang diperhatikannya. Harimau terheran-heran, lalu perlahan-lahan mendekati si kancil. Kancil pura-pura tidak mempedulikan harimau. 

Harimau bertanya, "Buat apa gelang rotan bertumpuk-tumpuk itu?".

Jawab si kancil, "Siapa yang memakai gelang-gelang ini akan dapat melihat apa yang sedang terjadi di langit". 

Lalu dia menengadah sambil seolah-olah sedang menikmati pemandangan di atas. Terbit keinginan harimau untuk dapat juga melihat apa yang terjadi di langit. 

Bukan main gembiranya si kancil saat mendengar permintaan harimau. Si kancil meminta harimau duduk di tanah dan melipat tangan dan kaki. Lalu dilingkarinya kedua tangan, kedua kaki dan leher harimau dengan gelang-gelang rotan sebanyak-banyaknya sehingga harimau tidak dapat bergerak lagi. 

Setelah dirasa cukup, rombongan si kancil berniat kembali pulang ke rumah, akan tetapi mereka bertengkar mengenai bagian masing-masing. Mereka berpendapat, siapa yang berbadan besar akan mendapatkan bagian yang besar pula. 

Si Kancil sebenarnya tidak setuju dengan usulan tersebut. Lalu si kancil mencari akal. Tiba-tiba melompatlah si kancil dan memberi tanda ada bahaya datang. 

Mereka semuanya ketakutan dan terbirit-birit melarikan diri. Ada yang jatuh tunggang langgang, ada yang terperosok ke lubang dan ada pula yang tersangkut di akar-akar pohon. Hanya si kancil dan kura-kura yang tidak lari. Lalu si kancil dan kura-kura berdua pulang dan berjalan berdendang sambil membawa banyak sekali bungkusan salai.


Senin, 29 Juni 2015

Dongeng Si Dada Emas | DONGENG ANAK DUNIA

dongeng si dada emas

Dongeng Si Dada EmasDahulu kala ada seorang raja yang hidup berdampingan dengan permaisurinya. Kehidupan sudah lama, tetapi juga masih belum hamil. Raja merasa cemas dan sedih, karena tidak punya anak, sehingga siapa yang akan meneruskan tahta kerajaannya.

Pada suatu kesempatan raja punya gagasan ingin mengumpulkan semua pengawalnya. Setelah pengawalnya berkumpul sang raja berkata,” Pada malam ini semua pengawalku pergi ke kolong rumah penduduk dan dengarkan kalau ada di antara penduduk itu ada berkata,” Seumpama saya menjadi istri raja. saya secepatnya hamil”.

Mendengar perintah raja itu semua pengawalnya melaksanakan dengan giat-giat. Semuanya menyebar menuju ke kolong rumah penduduk. Tiba-tiba turunlah hujan deras, kemudian salah satu diantara sekian banyak pengawal raja itu ada yang berteduh di kolong rumah penduduk. Terdengarlah dalam rumah si gadis miskin itu berkata,” Seumpama saya menjadi istri raja, maka saya akan melahirkan tiga anak yang berdada emas, seorang anak perempuan dan duanya laki-laki. Perkataan si gadis miskin itu benar-benar didengar pengawal raja.

Setelah hujan reda pengawal raja bergegas pulang menuju ke istana sambil bersenang hati, karena tercapai apa yang diperintahkan raja kepadanya. Setiba di istana pengawal itu langsung melaporkankepada sang Raja.

Atas laporan dari pengawalnya, kemudian si gadis miskin disuruh datang ke istana untuk dimintai keterangan. Raja bersama permaisurinya tercengang dikala mendengar keterangan dari gadis miskin itu. Akhirnya gadis miskin itu dinikah oleh raja sebagai istri kedua, karena sang Raja benar-benar ingin mendapatkan keturunan.

Tidak lama kemudian gadis miskin yang telah dikawin raja itu akhirnya hamil dan dia mengidam daging rusa. Sekalipun gadis miskin yang dinikahi, tetapi sang Raja begitu kasih sayang, sehingga apa yang diminta selalu dituruti. Bahkan untuk mencari daging rusa sang Raja terjun sendiri berburu ke hutan. Melihat sayangnya yang luar biasa kepada istrinya kedua. Kini permaisurinya mulai cemburu.

Pada saat raja berburu tiba-tiba istrinya yang miskin melahirkan tiga anak yang berdada emas, satu perempuan dan dua laki-laki, ternyata benar apa yang pernah dikatakan oleh gadis miskin tersebut.

Pada saat melahirkan si miskin mata dan telinga ditutup, hal ini merupakan aturan dari kerajaan. Dengan rasa kesedihan si miskin tak bisa melihat, serta mendengarkan tangis dari anaknya, dan juga tidak bisa mengenalinya.

Saat itu bertepatan juga dengan anjing beranak tiga ekor, satu betina dan dua jantan. Ketiga anak anjing itu dimuat di baki lalu dibawa ke istana perlu ditukarkan dengan ketiga anak miskin tersebut. Sementara ketiga anak si miskin itu dibawa ke tempat yang jauh dari istana. Ibu si miskin yang baru saja melahirkan tadi ditaruh di kolong istana tepatnya di bawah jamban dalam keadaan terikat.

Kini tibalah sang Raja dari hutan sambil membawa daging rusa. Beliau dipersilahkan permaisurinya untuk melihat ketiga ekor anjing yang baru saja dilahirkan dari si miskin itu. Saat melihat ketiga anjing itu raja marah-marah, dan menganggap si miskin adalah pembohong.

Lambat laun ketiga anak itu besar dan menginjak dewasa. Mereka dibesarkan oleh petani, dan selama itu mereka berada di kebun. Mereka tidak tahu, bahwa dirinya anak raja, sementara ibunya dalam keadaan diikat. Pada lain kesempatan sang Raja mengadakan pesta yang banyak sekali hiburannya. Diantara hiburannya adalah penyambungan ayam. Mendengar kabar ini, Inang pengasuh yang sangat mencintai anak-anak berdada emas itu menyuruh mereka agar ikut serta menyambung ayam.

Nenek Inang Pengasuh berkata, “Hai cucuku, kesanalah kamu ikut menyambung ayam?” “Ayam apa yang harus saya bawa, sementara tidak punya ayam,” tanya sang cucu. Nenek berkata lagi, ” Nanti kau saya buatkan ayam agar ikut menyambung ayam”.

Kemudian dibuatkan seekor ayam dengan menyulap seekor kucing, lalu menjadi ayam jantan. Setelah mendapat ayam, lalu si anak-anak berdada emas cepet-cepet menuju istana.

Setiba di istana, Raja berkata, “Bagaimana anak-anak apakah kamu benar-benar punya minat untuk menyambung ayam?” Si dada emas menjawab: kalau sudah datang kemari dan ayam sudah dibawa tentu saja sudah siap. Pertandingan dimulai ayam milik sang raja dengan ayam milik sang anak dada emas mulai tertarung. Ayam sang raja terpental oleh ayam sang anak dada emas, akhirnya dia pulang membawa sekantong emas berkat ayam yang dimilikinya tadi.

Permaisuri telah dihantui dengan rasa khawatir dikala melihat anak berdada emas itu, sementara Raja merasa penasaran atas kekalahannya itu. Sang Raja berkata, “Besok kita mengadakan lagi menyambung ayam, oleh karena itu datanglah anak-anak!”

Setiba di rumah mereka berdada emas itu menyampaikan tentang permainannya kepada nenek yang mengasuhnya. Kemudian nenek bertanya, “Apakah anak-anak mau menyambung ayam lagi? Ya nek aku semua senang jika menang karena mendapatkan emas.

Esok harinya si nenek membuatkan ayam siluman lagi, sambil mengatakan, bila nantinya kamu menang, maka janganlah minta emas, tetapi mintalah wanita yang sedang diikat di bawah kolong jamban, sementara dia sudah berlumut, karena sudah lama bertempat di bawah jamban tersebut, dan itulah benar-benar ibumu.

Setelah si nenek tadi mengatakan hal yang mengagetkan tadi, maka mereka berdada emas berupaya sekali untuk membebaskan ibunya yang sedang diikat di bawah kolong jamban.

Mereka berangkat dengan penuh semangat sampai di istana langsung diadakan sambun ayam. Dalam jangka waktu relatif singkat, ayam raja berlumuran darah, hingga mati. Melihat ayamnya kalah itu sang Raja merasa malu. Sang Raja mengajak ketiga anak itu untuk diberi hadiah.

Setiba di istana mereka berdada emas mengatakan, “Kemenangan kali ini kami tidak mengharapkan uang emas, tetapi minta dibebaskannya wanita yang diikat di kolong bawah jamban itu.

Raja berkata, “Kalian punya maksud apa dengan orang semacam itu? Dia benar-benar pembohong! Si Dada emas berkata,” Wanita itu adalah ibu kami. Raja bertambah heran dan tercengang mendengar ucapan anak tersebut.

Tidak lama kemudian muncullah Inang dan burung nuri sahabat anak-anak berdada emas itu. Kini burung nuri dan yang hadir saat itu sedang bercerita tentang beberapa tahun yang lalu tentang si miskin melahirkan di istana ketepatan sang Raja berburu ke hutan.

Burung Nuri terus bercerita tentang si miskin lahir, tetapi permaisuri mengatakan kepadanya, hai burung nuri, berhentilah kamu cerita! Permaisuri merasa takut kejahatannya terbongkar. Akan tetapi sang Raja minta kepada burung nuri agar meneruskan ceritanya, karena tertarik sekali.

Setelah burung nuri bercerita panjang lebar, maka tiba-tiba sang Raja menangis, karena selama ini tertipu permaisurinya, karena selama ini membiarkan selirnya terlantar di bawah jamban. Setelah itu ibu terlantar langsung dibebaskan serta dimandikan dengan bersih. Dia segera menemui anak-anaknya dan saling berpelukan, karena selama ini tidak pernah menjumpai dan baru kali ini mereka sama-sama tahu. Begitu juga sang Raja yang selama ini bersalah, dia juga ikut memeluk selirnya dan anak-anaknya.

Ternyata yang bohong adalah permaisuriku, untuk itu dia segera memerintah kepada pengawalnya untuk menangkapnya lalu diikat dan ditaruh dibawah jamban, sebagai ganti selirku. Biar dia merasakan akibat perlakuan jahat itu.

Dongeng Berlian dan Sekantong Gandum | DONGENG ANAK DUNIA

berlian sekantong gandum

Dongeng Berlian dan Sekantong Gandum - Syahdan, satu waktu di suatu negeri, hiduplah seorang saudagar yang kaya raya, bernama Pak Ulung. Sesuai dengan namanya, Pak Ulung adalah saudagar yang memiliki sifat ulung dan ulet dalam bekerja. Perniagaannya sampai ke berbagai negeri yang sangat jauh. Berbagai macam barang diniagakan. Ketika Pak Ulung pulang, ia membawa keuntungan beserta oleh-oleh berbagai rupa.

Pak Ulung telah lama ditinggalkan oleh istrinya, Bu Ulung, menghadap Sang Pencipta. Pak Ulung memiliki dua orang anak lelaki, bernama Si Tulus dan Si Irus. Si Tulus dan Si Irus sudah remaja. Mereka hidup dalam gelimang kecukupan harta. Rumahnya besar, tanahnya luas, dan pembantunya banyak.

Suatu hari, Pak Ulung jatuh sakit. Demi kesembuhan, berbagai tabib didatangi untuk menyembuhkan Pak Ulung. Namun sakit Pak Ulung tak kunjung sembuh, bahkan semakin bertambah parah. Dan perniagaan Pak Ulung pun dipercayakan pada pembantu-pembantu Pak Ulung.

Sayang sekali, pembantu-pembantu Pak Ulung banyak yang tidak jujur. Perniagaan sering mengalami kerugian. Dan harta pun terjual satu demi satu, hingga tersisa sedikit saja. Karena sakit yang tak kunjung sembuh, Pak Ulung merasa hidupnya tak lama lagi. Maka dipanggilah kedua anaknya, Si Tulus dan Si Irus ke tepi ranjangnya.

Anakku Tulus dan Irus, hidup ayah tidak lama lagi, kata Pak Ulung pelan.
Ayah jangan berkata begitu, Ayah tidak boleh berputus asa, rintih sedih Si Tulus.

Jika ayah pergi, siapa yang akan menghidupiku? rengek Si Irus.

Pak Ulung melanjutkan kata-katanya, kalian adalah lelaki, kelak harus hidup mandiri. Ayah selama ini telah memberi kalian harta dan ilmu yang berkecukupan. 

Namun kini yang tersisa, cuma rumah yang sederhana ini, sebidang tanah dengan sekantong gandum, dan sebutir besar berlian. Kalian tinggalah di rumah ini sampai mandiri. Sisanya pilihlah untuk bekal hidup kalian.

Dan kesokan harinya, Pak Ulung pun menghadap Sang Pencipta. Sedih betul Si Tulus dan Si Irus. Namun mereka harus melanjutkan kehidupan. Maka teringatlah keduanya akan wasiat sang ayah. Sebidang tanah beserta sekantong bibit gandum, dan sebutir berlian besar.

Aku memilih sebutir berlian. Bagian Kak Tulus saja sebidang tanah dan sekantong gandum itu, ucap Si Irus.

Si Tulus bimbang. Nilai sebidang tanah dan sekantong bibit gandum sangatlah sedikit dibanding sebutir besar berlian itu, pikir Si Tulus. 

Namun karena sayangnya Si Tulus pada Si Irus, maka Si Tulus setuju.
Baiklah, Semoga berguna bagimu, dik Irus, jawab Si Tulus.

Maka keesokan harinya pergilah Si Irus ke Kota Raja, untuk menjual berlian. Lupalah Si Irus akan nasihat sang ayah. Tidak mencari kerja, dihabiskannya sedikit demi sedikit hartanya. Sementara sang kakak, Si Tulus, cemas menunggunya di rumah.

Si Tulus, dengan sekantong bibit gandum dari sang ayah, mulailah berladang di sebidang tanah ayahnya. Hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun berganti. 

Si Tulus terus bekerja, senantiasa berdoa, serta tak lupa berderma. Berawal dari petani sederhana hingga menjadi tuan tanah, dan pula belajar berniaga seperti ayahnya dulu. Sedangkan Si Irus hidup terlunta-lunta di Kota Raja.

Dan pada satu ketika, Si Tulus pergi ke Kota Raja. Hingga tidak sengaja bertemulah Si Tulus dengan seorang pemikul barang yang terlihat letih dan tua, dengan topi lebar menutupi kepalanya.

Boleh saya bawa barangnya Tuan, Cukuplah sekedar makan buat saya, pinta lirih sang pemikul.

Hati Si Tulus berdesir. Sepertinya tidak asing suara sang pemikul. Si Tulus menatap lebih dekat dan mengangkat topinya. Dan ternyata pemikul tersebut adalah Si Irus! Dipeluknya tubuh lusuh sang adik. Dan Si Irus pun juga terperanjat, menyadari sang kakak.

Pulanglah bersamaku, ucap penuh haru Si Tulus.
Tidak Kak Tulus, aku malu menjadi beban.
Akan kuajari engkau bekerja, selama ada kemauan!


Dan Si Irus pun cuma bisa tertunduk malu. Namun Si Tulus tetap menggandeng Si Irus pulang.

Facebook Komentar